Ayah
Hai bloggers ~
Sekarang tanggal 12 bulan November dan dimana hari ini adalah hari Ayah Se-Nasional. Nah, Kali ini saya pengen ngebahas sedikit tentang Ayah saya. Dimana kenangan saya dulu bersama Ayah.
Ayah adalah sesosok pria yang sabar dan penyayang. Dimana sewaktu saya kecil, dia lah sesosok orang yang selalu mengajarkan saya tentang banyak hal. Dimulai saat berdiri, berjalan, dll. Dia tidak pernah menampakkan rasa lelahnya saat mengajar anaknya. Dia akan merasa senang di saat anaknya sudah mencapai keberhasilannya. Dia akan marah di saat anaknya berbuat kesalahan. Di saat dia marah, saya pasti menangis. Dulu saya pikir ayah adalah orang yang jahat. Orang yang kerjaannya marah-marah terus. Orang yang terkadang melakukan kekerasan fisik disaat saya benar-benar sulit untuk diatur. Tapi di saat saya menginjak remaja, saya mulai berpikir kenapa Ayah saya melakukan hal-hal seperti itu. Ayah hanya menginginkan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Ayah tidak pernah meminta lebih dari anak-anaknya. Ayah hanya menginginkan anaknya mendapatkan yang terbaik, hanya itu. Dulu sewaktu kecil, saya tidur dengan ayah. Dari umur 3 tahun - 7 tahun saya tidur dengan ayah. Ayah selalu menuruti keinginan saya. Saya mau sepedah langsung di belikan. Saya mau sepatu, langsung di belikan. Di saat ayah melanjutkan pendidikan S2 nya di Malang, setiap malam saya selalu menangis mengingat ayah. Ayah ada di malang sedangkan saya ada di Lombok. Dulu ayah tidak punya HP, karena belum zamannya. Jadi cara ayah berkomunikasi dengan keluarga hanya melalui surat. Dan disaat itu saya masih kecil dan belum bisa membaca. Saya selalu bertanya sama ibu, "Kapan ayah pulang?" Ibu hanya menjawab "Ayah pulang besok."
Ayah hanya pulang 3 bulan sekali, dan diam dirumah hanya 2 minggu kemudian balik lagi ke malang. Di saat ayah datang, saya sangat senang sekali. Tapi disaat ayah mau balik ke malang harus sembunyi-sembunyi. Kenapa? karena ayah tidak pengen di tau keberangkatannya sama saya. Seandainya saya mengetahui itu, saya pasti akan menangis. Sudah pasti. Saat saya kelas 1 - 2 SD, saya sering sekali bolak- balik malang untuk mengunjungi ayah. Bisa di bilang dulu saat saya SD, saya suka sekali bolos ke Malang sampai saya hampir tidak naik kelas. Saya suka sekali ke Malang, karena bisa bertemu dengan Ayah. Saat balik ke Mataram, Ayah mengantarkan kami sampai ke terminal. Saat saya berada di dalam bus, saya mencari ayah. Kenapa ayah tidak ikut naik bus? Saat saya melihat keluar jendela, saya melihat ayah sedang berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangannya. Di situ saya langsung menangis, saya melihat ayah pergi meninggalkan terminal dengan wajah sedih...
Beberapa tahun kemudian, S2nya ayah sudah selesai. Saya jadi sering bertemu dengan ayah. Ayah sering mengajarkan saya menghitung. Sampai-sampai saya selalu masuk 10 besar di SD. Lama - kelamaan, saya dan ayah sudah tidak dekat lagi. Mungkin karna saya yang semakin remaja, dan ayah yang semakin sibuk dengan pekerjaannya sebagai dosen di sebuah Universitas Negeri di Mataram. Dulu saat SMP, saya jarang sekali bertemu dengan ayah. Karena saya masuk siang dan ayah selalu berangkat pagi.
Saat SMA, saya sering sekali beradu pendapat dengan Ayah, sampai-sampai saya sering membantah perkataannya. Dulu saya sangat membenci ayah. Setiap bertemu dengan beliau, saya pasti sering merasa kesal. Dulu saya penah mengatakan kalo saya sangat membenci beliau d i depan ibu. Saya tau, ayah pasti merasa sedih karna kenapa anak pertamanya sangat membecinya. Mungkin juga ibu yang mnemberitau kalo saya benci sama beliau. Dari situ, ayah sering sekali membeli makanan kesukaan saya. Selalu membawa kotak makanan dari kampus untuk anak-anaknya. Di saat saya menonton tv di ruang keluarga, ayah selalu tidur di samping saya. Padahal saya sering menyuruhnya untuk tidur di dalam kamar, tetapi beliau tetap tidak mau. Beliau hanya pengen tidur di ruangan itu.
Di saat saya sakit, beliaulah yang selalu menjaga dan merawat saya. Dengan wajahnya yang dipenuhi rasa khawatir, umurnya yang hampir setengah abad, dan sifatnya yang penyabar, beliau setia merawat saya. Disaat saya lapar, beliaulah yang pergi kesana- sini hanya untuk membelikan saya makanan. Di saat saya ada tugas mandiri, beliau juga yang menyediakan peralatan yang saya butuhkan. Semuanyaaaaaa ayahhhh yang mengerti!!!! Di setiap saya membutuhkan uang, ayah selalu memberikannya. Berbeda dengan ibu, pasti prosesnya panjang.
Saat saya di terima di Unhas, ayah terlihat senang sekaligus sedih. Senang karna anaknya berhasil masuk di salah satu Universitas terbaik. Sedih, karna jauh dengan anaknya. Beliau takut kalau saya kenapa-napa di Makassar. Beliau takut sekali kalo anaknya jatuh sakit dan kelaparan. Saat di bandara, ayah membawakan koper saya sampai di depan pintu masuk. Saat ayah mau masuk untuk mengantar saya ke dalam, ayah di suruh berhenti sampai di pintu masuk sama petugas bandara. Hanya ibu yang boleh masuk kedalam. itupun di batasi. Sebelum masuk kedalam, saya sempat berpamitan sama ayah. Ayah memeluk saya sebentar, dan di saat itu saya merasa sangat sedih dan merasa bersalah. Saya merasa bersalah karna kenapa pernah membencinya. Saya sangat sedih karna pasti saya sangat jarang bertemu dengan beliau. Saat masuk kedalam bandara, saya melihat ayah dari balik jendela. Ayah terlihat tenang, sambil melambaikan tangannya. Saya tau, ayah pasti sedang menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Ayah pasti sangat sedih, tapi beliau takut kalo saya melihat kesedihannya. Saya terus berjalan dan tidak mau menoleh kebelakang. kenapa? karna saya takut tiba-tiba saya menangis di depannya. Setelah di atas pesawat, barulah saya menangis. Saya menangis saat mengingat ayah, yang hanya bisa mengantar saya sampai pintu masuk bandara. Selama 6 bulan di Makassar saya tidak pernah bertemu dengan ayah. Ayah hanya bisa menghubungi saya melalui telpon seluler dan jarang sekali saya mengangkat telponnya karena jadwal kuliah yang padat ditambah lagi dengan ospek yang panjang.
Sekarang tanggal 12 bulan November dan dimana hari ini adalah hari Ayah Se-Nasional. Nah, Kali ini saya pengen ngebahas sedikit tentang Ayah saya. Dimana kenangan saya dulu bersama Ayah.
Ayah adalah sesosok pria yang sabar dan penyayang. Dimana sewaktu saya kecil, dia lah sesosok orang yang selalu mengajarkan saya tentang banyak hal. Dimulai saat berdiri, berjalan, dll. Dia tidak pernah menampakkan rasa lelahnya saat mengajar anaknya. Dia akan merasa senang di saat anaknya sudah mencapai keberhasilannya. Dia akan marah di saat anaknya berbuat kesalahan. Di saat dia marah, saya pasti menangis. Dulu saya pikir ayah adalah orang yang jahat. Orang yang kerjaannya marah-marah terus. Orang yang terkadang melakukan kekerasan fisik disaat saya benar-benar sulit untuk diatur. Tapi di saat saya menginjak remaja, saya mulai berpikir kenapa Ayah saya melakukan hal-hal seperti itu. Ayah hanya menginginkan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Ayah tidak pernah meminta lebih dari anak-anaknya. Ayah hanya menginginkan anaknya mendapatkan yang terbaik, hanya itu. Dulu sewaktu kecil, saya tidur dengan ayah. Dari umur 3 tahun - 7 tahun saya tidur dengan ayah. Ayah selalu menuruti keinginan saya. Saya mau sepedah langsung di belikan. Saya mau sepatu, langsung di belikan. Di saat ayah melanjutkan pendidikan S2 nya di Malang, setiap malam saya selalu menangis mengingat ayah. Ayah ada di malang sedangkan saya ada di Lombok. Dulu ayah tidak punya HP, karena belum zamannya. Jadi cara ayah berkomunikasi dengan keluarga hanya melalui surat. Dan disaat itu saya masih kecil dan belum bisa membaca. Saya selalu bertanya sama ibu, "Kapan ayah pulang?" Ibu hanya menjawab "Ayah pulang besok."
Ayah hanya pulang 3 bulan sekali, dan diam dirumah hanya 2 minggu kemudian balik lagi ke malang. Di saat ayah datang, saya sangat senang sekali. Tapi disaat ayah mau balik ke malang harus sembunyi-sembunyi. Kenapa? karena ayah tidak pengen di tau keberangkatannya sama saya. Seandainya saya mengetahui itu, saya pasti akan menangis. Sudah pasti. Saat saya kelas 1 - 2 SD, saya sering sekali bolak- balik malang untuk mengunjungi ayah. Bisa di bilang dulu saat saya SD, saya suka sekali bolos ke Malang sampai saya hampir tidak naik kelas. Saya suka sekali ke Malang, karena bisa bertemu dengan Ayah. Saat balik ke Mataram, Ayah mengantarkan kami sampai ke terminal. Saat saya berada di dalam bus, saya mencari ayah. Kenapa ayah tidak ikut naik bus? Saat saya melihat keluar jendela, saya melihat ayah sedang berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangannya. Di situ saya langsung menangis, saya melihat ayah pergi meninggalkan terminal dengan wajah sedih...
Beberapa tahun kemudian, S2nya ayah sudah selesai. Saya jadi sering bertemu dengan ayah. Ayah sering mengajarkan saya menghitung. Sampai-sampai saya selalu masuk 10 besar di SD. Lama - kelamaan, saya dan ayah sudah tidak dekat lagi. Mungkin karna saya yang semakin remaja, dan ayah yang semakin sibuk dengan pekerjaannya sebagai dosen di sebuah Universitas Negeri di Mataram. Dulu saat SMP, saya jarang sekali bertemu dengan ayah. Karena saya masuk siang dan ayah selalu berangkat pagi.
Saat SMA, saya sering sekali beradu pendapat dengan Ayah, sampai-sampai saya sering membantah perkataannya. Dulu saya sangat membenci ayah. Setiap bertemu dengan beliau, saya pasti sering merasa kesal. Dulu saya penah mengatakan kalo saya sangat membenci beliau d i depan ibu. Saya tau, ayah pasti merasa sedih karna kenapa anak pertamanya sangat membecinya. Mungkin juga ibu yang mnemberitau kalo saya benci sama beliau. Dari situ, ayah sering sekali membeli makanan kesukaan saya. Selalu membawa kotak makanan dari kampus untuk anak-anaknya. Di saat saya menonton tv di ruang keluarga, ayah selalu tidur di samping saya. Padahal saya sering menyuruhnya untuk tidur di dalam kamar, tetapi beliau tetap tidak mau. Beliau hanya pengen tidur di ruangan itu.
Di saat saya sakit, beliaulah yang selalu menjaga dan merawat saya. Dengan wajahnya yang dipenuhi rasa khawatir, umurnya yang hampir setengah abad, dan sifatnya yang penyabar, beliau setia merawat saya. Disaat saya lapar, beliaulah yang pergi kesana- sini hanya untuk membelikan saya makanan. Di saat saya ada tugas mandiri, beliau juga yang menyediakan peralatan yang saya butuhkan. Semuanyaaaaaa ayahhhh yang mengerti!!!! Di setiap saya membutuhkan uang, ayah selalu memberikannya. Berbeda dengan ibu, pasti prosesnya panjang.
Saat saya di terima di Unhas, ayah terlihat senang sekaligus sedih. Senang karna anaknya berhasil masuk di salah satu Universitas terbaik. Sedih, karna jauh dengan anaknya. Beliau takut kalau saya kenapa-napa di Makassar. Beliau takut sekali kalo anaknya jatuh sakit dan kelaparan. Saat di bandara, ayah membawakan koper saya sampai di depan pintu masuk. Saat ayah mau masuk untuk mengantar saya ke dalam, ayah di suruh berhenti sampai di pintu masuk sama petugas bandara. Hanya ibu yang boleh masuk kedalam. itupun di batasi. Sebelum masuk kedalam, saya sempat berpamitan sama ayah. Ayah memeluk saya sebentar, dan di saat itu saya merasa sangat sedih dan merasa bersalah. Saya merasa bersalah karna kenapa pernah membencinya. Saya sangat sedih karna pasti saya sangat jarang bertemu dengan beliau. Saat masuk kedalam bandara, saya melihat ayah dari balik jendela. Ayah terlihat tenang, sambil melambaikan tangannya. Saya tau, ayah pasti sedang menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Ayah pasti sangat sedih, tapi beliau takut kalo saya melihat kesedihannya. Saya terus berjalan dan tidak mau menoleh kebelakang. kenapa? karna saya takut tiba-tiba saya menangis di depannya. Setelah di atas pesawat, barulah saya menangis. Saya menangis saat mengingat ayah, yang hanya bisa mengantar saya sampai pintu masuk bandara. Selama 6 bulan di Makassar saya tidak pernah bertemu dengan ayah. Ayah hanya bisa menghubungi saya melalui telpon seluler dan jarang sekali saya mengangkat telponnya karena jadwal kuliah yang padat ditambah lagi dengan ospek yang panjang.
Sekian
idiiiiiih sok sweeet haha
ReplyDeleteEh dasar fans :p
Delete